Makalah Pembuatan Mie Kering

Makalah Pembuatan Mie Kering

I.    PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Badan Ketahanan Pangan bagian Pusat konsumsi dan keamanan pangan telah mencanangkan salah satu program peningkatan pemanfaatan pangan lokal melalui tepung-tepungan. Tujuannya untuk meningkatkan penyediaan bahan pangan lokal dari tepung-tepungan sebagai produk antara yang dapat mendukung usaha kecil bidang pangan lokal (Sinartani.com, 2011).

Indonesia kaya akan sumber daya hayati berupa serealia dan
umbi-umbian yang dapat dijadikan sebagai bahan dalam pembuatan tepung-tepungan. Beberapa jenis Dioscorea yang tumbuh di Indonesia telah diketahui mempunyai kandungan karbohidrat tinggi dan sudah biasa dimanfaatkan sebagai pangan. Kadar amilosa beberapa jenis Dioscorea berkisar antara 14.0-62.3%. Tingginya kadar karbohidrat ini menunjukkan potensi Dioscorea sebagai bahan pangan alternatif yang berfungsi menggantikan tepung terigu karena bebas gluten. Meskipun kelemahannya ada beberapa jenis Dioscorea yang mempunyai kadar HCN cukup tinggi, namun dengan cara pengolahan yang baik, umbi dapat dikonsumsi (Wulandari, 2009). Salah satu jenis Dioscorea adalah umbi gadung (Dioscorin hispida Dennts). Umbi gadung dalam Bahasa Makassar disebut sikapa.

Salah satu produk yang bisa dibuat dari tepung gadung adalah mie. Mie merupakan salah satu produk yang banyak disukai oleh semua kalangan masyarakat. Ada banyak jenis-jenis mie yaitu mie basah, mie kering dan mie instant. Mie yang akan dibuat dalam penelitian ini adalah mie kering. Pembuatan mie yang selama ini kita kenal berbahan baku tepung terigu yang harus diimpor dari luar negeri. Pembuatan mie kering dari tepung umbi gadung ini merupakan salah satu cara mengurangi konsumsi tepung terigu Indonesia meskipun dalam penelitian ini masih menggunakan tepung terigu kurang dari 50%. Selain itu, sebagai pemanfaatan pangan lokal yang merupakan kekayaan alam Indonesia.

B.    Perumusan Masalah

Sifat fisik dan kimia tepung gadung dan tepung terigu berbeda sehingga pengolahannya pun akan berbeda. Selain itu, bagaimana pengaruh formulasi tepung terigu dan tepung gadung yang berbeda terhadap hasil analisis proksimat dan uji sensori mie yang dihasilkan.
C.    Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pembuatan mie kering dari tepung umbi gadung yang tepat serta melakukan analisis proksimat dan uji sensori terhadap mie kering yang dihasilkan.
Kegunaan dari penelitian ini adalah dapat menjadi sumber informasi bagi masyarakat tentang pengolahan umbi gadung menjadi tepung dan mie kering. Selain itu, dapat menjadi bahan pertimbangan bagi industry pengolahan mie.

II.    METODOLOGI PENELITIAN

A.    Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-April 2012 di Laboratorium Pengolahan Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.

B.    Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, grinder, baskom, blower, pencetak mie, panci, kompor, ayakan, sendok, oven, stopwatch, desikator, timbangan analitik, erlenmeyer, gelas kimia, parut, cawan, stopwatch, cawan porselin, lumpang, mangkok, soxhlet dan perangkatnya, kjhedhal dan perangkatnya, tanur, gegep,  dan pendingin balik.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi gadung, tepung terigu cap segitiga biru, minyak goreng sunco, garam, aquadest, aluminium foil, alkohol, kertas saring, khloroform, HCl, NaOH, tissu roll, air bersih, telur, soda abu.

C.    Metode Penelitian
1.    Pembuatan tepung gadung
Umbi gadung dikupas kemudian diparut. Setelah itu, direndam dengan larutan garam 7,5% selama 72 jam (perlakuan terbaik penelitian Muljo Hardjo, 2010). Kemudian ditiriskan dan dikeringkan dengan oven pada suhu 600C selama 24 jam. Dihaluskan dengan grinder kemudian diayak dengan ukuran partikel 75 mesh.

2.    Penelitian Pendahuluan
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan volume air yang digunakan dalam pembentukan adonan dan untuk menentukan metode yang tepat dalam pembuatan mie kering.
Hasil dari penelitian pendahuluan adalah volume air yang digunakan dalam pembentukan adonan berbeda untuk setiap perlakuan. Volume air yang digunakan dalam pembentukan adonan dari formulasi tepung gadung 100% adalah 140%, formulasi tepung gadung 80% dan tepung terigu 20% yaitu 120%, serta untuk formulasi tepung gadung 60% dan tepung terigu 40% menggunakan air dengan
volume 100%. Penggunaan air yang berbeda ini karena adanya perbedaan jumlah tepung gadung yang digunakan. Semakin banyak tepung gadung yang digunakan, semakin banyak air yang dibutuhkan dalam pembentukan adonan.
Metode yang tepat adalah dibuat adonan sampai kalis, didiamkan dalam plastik selama 15 menit, dibuat lembaran, dikukus selama 15 menit, didiamkan selama 5 menit, digiling menjadi lembaran mie, dan dikeringkan sampai kadar
air 8-10%.

3.    Pembuatan Mie Kering
Prosedur pembuatan mie kering adalah semua bahan diukur sesuai yang dibutuhkan kemudian dilakukan pencampuran bahan sampai homogen. Setelah adonan kalis, dibuat lembaran tipis kemudian dikukus. Lembaran-lembaran tersebut kemudian dimasukkan ke dalam rol pencetak mi. Untaian mie tersebut kemudian dikeringkan dalam blower pada suhu 600C sampai kadar air 8-10%. Selanjutnya dilakukan analisa total pati, uji elastisitas mie, uji sensori meliputi rasa, warna, aroma, dan tekstur.
D.    Perlakuan Penelitian
Perlakuan dalam penelitian ini adalah formulasi tepung gadung dengan tepung terigu yang diberi symbol M yaitu sebagai berikut.
M1 = Tepung gadung 100%
M2 = Tepung gadung 80% + tepung terigu 20%
M3 = Tepung gadung 60% + tepung terigu 40%

E.    Parameter Pengamatan
1.    Kadar air (Sudarmadji dkk., 1997)
Contoh dihaluskan dan ditimbang sebanyak 2 gram dalam aluminium foil yang telah diketahui beratnya. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama  4 jam. Kemudian didinginkan di dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Selanjutnya dipanaskan kembali selama 30 menit, didinginkan kembali di dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstant. Penguarangan berat merupakan banyaknya air yang diuapkan dari bahan, dengan perhitungan.

2.    Kadar Protein (Sudarmadji dkk., 1997)
Sejumlah kecil contoh ditimbang kurang lebih 0,5 gram dan dimasukkan ke dalam labu khjedhal 100 ml kemudian ditambahkan kurang lebih 1 gram selenium dan 10 ml H2S04 pekat (teknis). Labu khjedhal bersama isinya digoyangkan sampai semua contoh terbasahi dengan H2S04. Kemudian didekstruksi dalam lemari asam sampai jernih dan dibiarkan dingin kemudian tuang ke dalam labu ukur 100 ml dan dibilas dengan air suling. Setelah itu dibiarkan dingin kemudian diimpitkan pada tanda garis dengan air suling.
Disiapkan penampung yang terdiri dari 10 ml H3BO3 2% dan 4 tetes larutan indikator campuran dalam Erlenmeyer 100 ml. Dipipet 5 ml larutan NaOH 30% dan 100 ml air suling hingga volume penampung menjadi lebih kurang 50 ml. setelah itu dibilas ujung penyuling dengan air suling kemudian penampung bersama isinya dititrasi dengan larutan HCl atau H2S04 0,0222 N.

Dimana
V1    = volume titrasi contoh
N    = normalitas 0,0142 N
P    = faktor pengenceran 100/5
3.    Kadar Lemak (Sudarmadji dkk., 1997)
Ditimbang dengan teliti 1 g sampel, lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi berskala 10 ml, ditambahkan kloroform mendekati skala. Kemudian ditutup rapat, dikocok dan dibiarkan semalam, lalu dikocok hingga homogen kemudian disaring dengan kertas saring ke dalam tabung reaksi Dipipet 5 ml ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya  (a gram) lalu diovenkan suhu 1000C selama tiga jam. Dimasukkan kedalam desikator ± 30 menit kemudian ditimbang   (b gram).
Dihitung kadar lemak kasar dengan rumus sebagai berikut :
 
Dimana P = pengenceran (10/5 = 2)

4.    Kadar Karbohidrat (Winarno, 2004)
Ada beberapa cara analisis yang dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan karbohidrat dalam bahan makanan. Yang paling mudah adalah dengan cara perhitungan kasar (proximate analysis) atau juga disebut Carbohydrate by Difference. Yang dimaksud dengan proximate analysis adalah suatu analisis di mana kandungan karbohidrat termasuk serat kasar diketahui bukan melalui analisis tetapi melalui perhitungan, sebagai berikut.
%karbohidrat = 100% - %(protein+lemak+abu+air)
Perhitungan Carbohydrate by Difference adalah penentuan karbohidrat dalam bahan makanan secara kasar, dan hasilnya ini biasanya dicantumkan dalam daftar komposisi bahan makanan

5.    Uji Organoleptik
Parameter uji organoleptik yang digunakan meliputi rasa, aroma, warna, dan tekstur. Metode pengujian yang digunakan adalah metode hedonik (uji kesukaan) dengan skala 1-9 yaitu (1) amat sangat tidak suka, (2) sangat tidak suka, (3) tidak suka, (4) kurang suka, (5) biasa, (6) agak suka, (7) suka, (8) sangat suka, dan (9) amat sangat suka. Panelis diminta untuk memberikan penilaian menurut tingkat kesukaannya.

F.    Pengolahan Data
Rancangan percobaan pada penelitian ini menggunakan deskriptif kuantitatif terhadap parameter pengamatan dan rancangan acak lengkap kemudian dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan tiga kali ulangan.

III.    HASIL DAN PEMBAHASAN
Mie kering adalah mie mentah yang telah dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 8-10%. Pengeringan umumnya dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar matahari atau dengan oven. Karena bersifat kering, maka mie ini mempunyai daya simpan yang relatif panjang dan mudah penanganannya (Astawan, 2006).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi tepung terigu dan tepung gadung yang berbeda dalam pembuatan produk mie kering berpengaruh terhadap kadar protein, karbohidrat dan total abu produk tersebut. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap hasil uji organoleptik metode hedonik.
Hasil analisa proksimat dari umbi dan tepung gadung (Tabel 3).

Tabel 3. Tabel Hasil Analisa Proksimat
   Umbi dan Tepung Gadung
No    Kandungan    Umbi (%)    Tepung (%)
1    Karbohidrat    15,54    66,20
2    Protein    1,46    1,99
3    Lemak    1,46    15,51
4    Kadar Air    80,87    14,42
5    Kadar Abu    0,67    1,88
Sumber : Data Hasil Penelitian Studi Pembuatan
                  Mie Kering, 2012.

1.    Protein
Protein merupakan suatu zat gizi yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini di samping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno, 2004). Gambar 1 menunjukkan bahwa kisaran kadar protein produk mie kering yang dihasilkan adalah 5,31%-9,19%. Perlakuan formulasi tepung gadung 100% mempunyai kadar protein terendah yaitu sebesar 5,31% sedangkan formulasi tepung gadung 60% dan tepung terigu 40% mempunyai kadar protein tertinggi yaitu sebesar 9,19%. Diagram hasil analisa kadar protein mie kering berbagai perlakuan (Gambar 1).

Gambar 1. Hasil analisa kadar protein mie 
     kering berbagai perlakuan.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung terigu berpengaruh sangat nyata terhadap kadar protein mie kering yang dihasilkan. Setelah uji lanjut menggunakan BNT, hasilnya menunjukkan bahwa kadar protein mie kering dengan formulasi 100% tepung gadung berbeda sangat nyata terhadap perlakuan lainya yaitu formulasi tepung gadung 80% dan tepung terigu 20% serta formulasi tepung gadung 60% dan tepung terigu 40%.  Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin banyak tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan mie kering, maka kadar protein semakin meningkat. Hal ini terjadi karena tepung terigu yang digunakan mengandung protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung gadung.

2.    Kadar Lemak
Hasil analisa kadar lemak mie kering dari ketiga perlakuan dapat dilihat  dalam gambar 2. Kisaran kadar lemak mie kering yang dihasilkan adalah 0,94%-1,24%. Kadar lemak tertinggi pada perlakuan formulasi 100% tepung gadung sebesar 1,24%, sedangkan terendah pada perlakuan formulasi tepung gadung 50% dan tepung terigu 40%.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kadar lemak mie kering tidak berbeda nyata di antara ketiga perlakuan. Formulasi tepung gadung dengan tepung terigu yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap kadar lemak mie kering. Tepung terigu yang digunakan mempunyai kadar lemak rendah.

3.    Kadar air
Kadar air berpengaruh terhadap masa simpan dan tekstur produk. Mie kering mempunyai masa simpan yang relatif panjang karena mempunyai kadar air yang rendah yaitu sekitar 8-10%. Menurut Astawan (2006), mie kering adalah mie mentah yang telah dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 8-10%. Kisaran kadar air produk mie kering yang dihasilkan adalah 9,59%-10,67%. Kadar air terendah pada produk mie kering dengan perlakuan formulasi tepung gadung 60% dan tepung terigu 40%, sedangkan kadar air tertinggi pada perlakuan formulasi tepung gadung 100%. Hasil analisa kadar air mie kering berbagai perlakuan disajikan dalam gambar 3.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formulasi tepung gadung dan tepung terigu yang berbeda dalam pembuatan mie kering tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air produk tersebut. Hal ini karena pengeringan yang dilakukan untuk semua perlakuan bertujuan untuk menghasilkan mie kering dengan kadar air 8-10%.

4.    Kadar abu
Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsure-unsur mineral yang dikenal juga dengan kadar abu. Di dalam tubuh unsur mineral berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno, 2004). Kisaran kadar abu produk mie kering adalah 2,94%-3,69%. Kadar abu terendah pada mie kering dengan perlakuan formulasi tepung gadung 60% dan tepung terigu 40%, sedangkan kadar abu tertinggi pada mie kering dengan formulasi tepung gadung 100%. Hasil analisa kadar abu mie kering berbagai perlakuan disajikan dalam gambar 4.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formulasi tepung gadung dan tepung terigu yang berbeda berpengaruh nyata terhadap kadar abu mie kering yang dihasilkan. Hasil uji lanjut menggunakan BNT menunjukkkan bahwa kadar abu mie kering dari formulasi tepung gadung 100% berbeda nyata dengan mie kering dari perlakuan formulasi tepung gadung 80% dan tepung terigu 20% serta formulasi tepung gadung 60% dan tepung terigu 40%. Kadar abu mie kering dari perlakuan formulasi tepung gadung 80% dan tepung terigu 20% tidak berbeda nyata dengan perlakuan formulasi tepung gadung 60% dan tepung terigu 40%. Dapat disimpulkan bahwa formulasi tepung gadung 100% dapat menghasilkan kadar abu mie kering yang tinggi yaitu sebesar 3,69%. Hal ini karena tepung gadung mempunyai kadar abu yang tinggi dibandingkan dengan tepung terigu yaitu sebesar 1,88%.


5.    Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh penduduk dunia. Khususnya bagi penduduk Negara yang sedang berkembang. Karbohidrat juga mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan pangan misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain (Winarno, 2004). Kisaran kadar karbohidrat produk mie kering yang dihasilkan adalah 77,34%-79,09%. Kadar karbohidrat terendah adalah mie kering dengan perlakuan formulasi tepung gadung 60% dan tepung terigu 40%, sedangkan kadar karbohidrat tertinggi adalah mie kering dari perlakuan tepung gadung 100%. Hasil analisa kadar karbohidrat mie kering berbagai perlakuan (gambar 5).
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formulasi tepung gadung dan tepung terigu yang berbeda berpengaruh nyata terhadap kadar karbohidrat mie kering yang dihasilkan. Hasil uji lanjut dengan BNT menunjukkan bahwa kadar karbohidrat mie kering dari formulasi tepung gadung 100% berbeda nyata dengan mie kering dari perlakuan formulasi tepung gadung 80% dan tepung terigu 20% serta formulasi tepung gadung 60% dan tepung terigu 40%. Kadar karbohidrat mie kering dari perlakuan formulasi tepung gadung 80% dan tepung terigu 20% tidak berbeda nyata dengan perlakuan formulasi tepung gadung 60% dan tepung terigu 40%. Dapat disimpulkan bahwa formulasi tepung gadung 100% dapat menghasilkan kadar karbohidrat mie kering yang tinggi yaitu sebesar 79,09%. Hal ini karena tepung gadung mempunyai kadar karbohidrat yang tinggi dibandingkan dengan tepung terigu yaitu sebesar 66,20%.

1.    Warna
Warna pada makanan dapat disebabkan oleh beberapa sumber diantaranya pigmen, pengaruh panas pada  gula (karamel), adanya reaksi antara gula dan asam amino (Maillard), dan adanya pencampuran bahan lain (Winarno, 1997). Warna adalah kesan pertama yang ditangkap panelis sebelum mengenali rangsangan-rangsangan yang lain. Warna sangat penting untuk segala jenis makanan karena mempengaruhi tingkat penerimaan panelis. Hasil uji sensori terhadap warna mie kering dapat dilihat dalam gambar 6.
Penilaian terhadap parameter warna pada gambar 8 menunjukkan bahwa mie kering dari ketiga perlakuan mempunyai nilai yang hamper sama. Hal ini didukung dari hasil analisis sidik ragam bahwa warna mie kering tidak berbeda nyata di antara ketiga perlakuan. Dapat disimpulkan bahwa panelis agak menyukai warna mie kering dari ketiga perlakuan. Hal ini karena warna mie kering yang dihasilkan tidak jauh beda dengan mie kering yang sering panelis konsumsi yaitu agak kekuningan.

2.    Aroma
Aroma merupakan faktor penting dalam menentukan tingkat penerimaan konsumen pada suatu bahan, aroma banyak menentukan kelezatan  bahan  makanan,  biasanya  seseorang  dapat  menilai  lezat tidaknya suatu bahan makanan dari aroma yang diimbulkan. Hasil uji organoleptik terhadap aroma dapat dilihat pada gambar 6.
Penilaian terhadap aroma pada gambar 8 menunjukkan bahwa mie kering dari ketiga perlakuan mempunyai nilai yang hampir sama. Hasil analisis sidik ragam (lampiran 7b) menunjukkan bahwa respon panelis terhadap aroma mie kering yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Panelis agak menyukai aroma mie kering dari ketiga perlakuan.

3.    Rasa
Rasa merupakan sensasi yang diproduksi oleh material yang dimasukkan ke dalam mulut, dirasakan prinsipnya oleh indera perasa dalam mulut. Menurut Winarno (2004) rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa lain yaitu komponen rasa primer. Akibat yang ditimbulkan mungkin peningkatan intensitas rasa atau penurunan intensitas rasa  (test compensation). Hasil analisa organoleptik terhadap rasa mie kering disajikan dalam gambar 6.
Penilaian terhadap rasa mie kering dalam gambar 8 menunjukkan bahwa rasa mie kering dari ketiga perlakuan mempunyai nilai yang hampir sama. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa respon panelis tidak berbeda nyata terhadap rasa mie kering dari ketiga perlakuan. Panelis agak menyukai rasa mie kering tersebut dari semua perlakuan.

4.    Tekstur
Tekstur suatu bahan merupakan salah satu sifat fisik dari bahan pangan yang penting. Tekstur suatu bahan merupakan salah satu sifat fisik dari bahan pangan yang penting. Hal ini berhubungan dengan rasa pada waktu mengunyah bahan tersebut (Rampengan, 1985).
Tekstur merupakan salah satu atribut mutu yang penting, kadang-kadang lebih penting dari pada bau, rasa, dan warna. Tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut (pada waktu digigit, dikunyah, dan ditelan) ataupun perabaan dengan
jari (Kartika, et all., 1988).
Penilaian terhadap tekstur mie kering pada gambar 8 menunjukkan bahwa tekstur mie kering mempunyai penilaian yang sama. Hasil analisa proksimat (lampiran 9b) menunjukkan bahwa respon panelis terhadap tekstur mie kering tidak berbeda nyata diantara ketiga perlakuan. Panelis agak menyukai mie kering tersebut dari semua perlakuan.

IV.    KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.    Proses pengolahan mie kering dari tepung umbi gadung adalah pembuatan adonan sampai kalis, didiamkan dalam plastik selama 15 menit, pembuatan lembaran tipis 5 mm, pengukusan selama 15 menit, pendinginan selama 5 menit, pencetakan dan pengeringan.
2.    Hasil analisa proksimat pada mie kering adalah :
a.    Perlakuan formulasi 100% tepung gadung mempunyai kadar air 10,67%, protein 5,31%, lemak 1,24%, abu 3,69% dan karbohidrat 79,09%.
b.    Perlakuan formulasi 80% tepung gadung dan 20% tepung terigu mempunyai kadar air 10,66%, protein 7,16%, lemak 1,16%, abu 3,23%, dan karbohidrat 77,80%.
c.    Perlakuan formulasi 60% tepung gadung dan 40% tepung terigu mempunyai kadar air 9,59%, protein 9,19%, lemak 0,94%, abu 2,94%, dan karbohidrat 77,34%.
3.    Respon panelis terhadap warna, rasa, aroma dan tekstur mie kering tidak berbeda nyata yaitu agak suka di antara ketiga perlakuan.

B.    Saran
Salah satu parameter yang penting dalam produk mie adalah elastisitas yang terkait dengan tekstur mie. Oleh karena itu, sebaiknya pada penelitian selanjutnya dilakukan uji elastisitas mie

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010. Mie Jagung. http://seafast.ipb.ac.id/research.
[16 November 2011].

Anonim, 2011. Gadung.  http://id.wikipedia.org.
[12 September 2011].

Apriyantono, Anton., Dedi Fardiaz, Ni Luh Puspitasari, Sedarmawati, dan Slamet Budiyanto, 1989. Analisa Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat AntarUniversitas Pangan dan Gizi Instituit Pertanian Bogor, Bogor.
Astawan, M., 2006. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya, Jakarta.

Hardjo, Muljo. 2010. Pembuatan Tepung Gadung (Diocorea Hispida Dennst)  Bebas Sianida Dengan Merendam Parutan Umbi Dalam Larutan Garam. http://www.ut.ac.id. [14 Oktober 2011].
Kartika, B., P. Hastuti dan W. Supartono, 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Mudjajanti,E.S. dan L.N. Yulianti, 2004. Membuat Aneka Roti. Penebar  Swadaya, Jakarta.

Pratitasari, 2007. Mengenal mie, Yuk!! Kompas, 25 Februari 2007.

Rampengan, V.J. Pontoh dan D.T. Sembel., 1885. Dasar-dasar Pengawasn Mutu Pangan. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur, Ujung Pandang.

Robsons, J., 1976. Some Introductory Thoughts On Intermediate Moisture Foods. Dalam Davies, K., G.G. Birch and K.J. Parker. Intermediate Mosture Food. Aplied Science Publ, Ltd, London.

Rukmana, Rahmat. 2001. Aneka Kripik Umbi. Kanisius, Yogyakarta.

Setianingrum, A.W. dan Marsono, 1999. Pengkayaan vitamin A dan vitamin E dalam Pembuatan Mie instant Menggunakan Minyak Sawit Merah. Kumpulan Penelitian Terbaik Bogasari 1998-2001, Jakarta.

Sudarmadji, S., Haryono dan Suhardi, 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Angkasa, Bandung.

Sunaryo, E., 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-bijian. Fateta-IPB, Bogor.

Komentar